Terkuak! Ini adalah adalah Alasan Tuyul Tak Curi Uang pada Bank

Fahrenheitbot.my.id –

Jakarta – Tuyul merupakan makhluk halus yang digunakan masih dipercayai beberapa orang. Sosok yang dimaksud dikenal anak kecil botak dan juga mengenakan cawat ini dipelihara guna mencuri uang bagi majikannya.

Budayawan Suwardi Endraswara di Planet Hantu Orang Jawa (2004) menuliskan kegiatan tuyul dijalankan dari rumah ke rumah dan juga pekerjaannya tak belaka sebatas mencuri uang, tetapi juga barang lalu surat-surat berharga. Biasanya, ini dijalankan oleh seseorang yang mana tergila-gila akan kekayaan.

Namun, pernahkah Anda terpikir kenapa tuyul semata-mata melakukan pencurian dari rumah ke rumah. Apakah sanggup tuyul melakukan pencurian ke bank yang tersebut menyimpan sejumlah sekali uang? Atau minimal melakukan pencurian menghadapi sisa e-money?

Sejauh ini memang benar belum ada tindakan hukum bank kehilangan uang akibat pencurian oleh makhluk halus bertubuh anak kecil tersebut. Di internet berseliweran informasi mengenai jawaban dari pertanyaan ini. Ada yang mengatakan tuyul takut terhadap logam dikarenakan uang di area bank tersimpan dalam brankas. Ada juga yang mengumumkan di tempat bank terdapat “penjaga” berbentuk makhluk halus lain yang tersebut ditakuti tuyul.

Jawaban-jawaban yang disebutkan belaka sebatas dugaan dari suatu hal yang tersebut memang sebenarnya tak logis. Namun, terlepas dari apa jawaban dari pertanyaan tersebut, satu hal pasti terdapat alasan sains dalam balik cerita mistis tuyul. Alasan inilah yang tersebut dapat mematahkan keberadaan tuyul juga juga alasan kenapa tuyul tak mencuri uang ke bank atau mengambil keseimbangan e-money seseorang.

Untuk memahami penjelasannya, kita harus memundurkan waktu ke tahun 1870. Kala itu, Belanda meresmikan kebijakan pintu terbuka atau liberalisasi sektor ekonomi menggantikan sistem tanam paksa. Sekilas pembaharuan ini menghadirkan angin segar sebab dinilai mampu menyejahterakan masyarakat. Namun, kenyataannya tidak.

Menurut Jan Luiten van Zanden dan juga Daan Marks pada Perekonomian Indonesia 1800-2010 (2012), liberalisasi kegiatan ekonomi justru melahirkan rezim kolonial baru yang mana pada dalamnya terjadi pengambilalihan perkebunan rakyat untuk diubah menjadi perkebunan besar kemudian pabrik gula. Situasi ini kemudian menyebabkan keberadaan rakyat terpuruk, khususnya para petani kecil di area Jawa yang digunakan semakin terperosok ke di jurang kemiskinan. Sebab, dia tak lagi memiliki kuasa berhadapan dengan lahan perkebunan.

Pada sisi lain ada juga penduduk yang tersebut sejahtera dari sistem ini. Mereka adalah pedagang, baik dari kalangan pribumi atau Tionghoa, yang dimaksud pada sekejap menjadi orang kaya baru. Kenaikan pesat kekayaan mereka itu lantas mengakibatkan keheranan bagi para petani yang dimaksud kian melarat itu. Para petani bingung darimana asal-usul kekayaan mereka.

Perlu diketahui pada waktu itu para petani hidup apa adanya. Menurut Ong Hok Ham pada Wahyu yang dimaksud Hilang Negeri Yang Guncang (2019), merek menganut sistem subsisten. Artinya, bertani sekedar cukup untuk konsumsi sendiri. Jika ada hasil tani lebih, maka akan diberi sebagai upeti atau dijual.

Akibatnya, merek punya pandangan kalau pemupukan kekayaan adalah proses yang dimaksud terbuka. Maksudnya, tiap orang harus menyeberangi proses dan juga usaha jelas yang digunakan dapat dilihat oleh mata orang lain. Masalahnya, mereka itu tak mengamati kerja keras dari orang kaya baru itu. Terlebih merekan tidaklah dapat membuktikan dengan syarat usul kekayaannya jikalau ditanya para petani. Alhasil timbul rasa iri dan juga kecemburuan oleh petani ke penjual akibat mampu mendapat harta sebanyak itu.

Terlebih, menurut George Quinn di “An Excursion to Java’s Get Rich Quck Tree” (2009)”, para petani selalu beranggapan datangnya kekayaan harus dipertanggungjawabkan. Maka ketika orang kaya gagal mempertanggungjawabkan selama kekayaannya, para petani iri serta menuduh uang itu hasil pencurian.

Karena kental dengan pandangan mistik, para petani memandang pencurian itu berkat kerja identik orang kaya dengan makhluk supranatural dan juga kasat mata. Salah satunya tuyul. Tuyul adalah sosok mitologi Jawa yang mana sudah ada dikenal sejak lama. Bentuknya makhluk halus atau hantu berbadan kecil kemudian botak yang dimaksud dapat dipelihara.

Jadi, para petani yang dimaksud iri selalu menuduh orang kaya baru menggunakan cara haram pada memperoleh kekayaan. Akibat tuduhan ini, tulis Ong Hok Ham pada buku lain berjudul Dari Soal Priayi sampai Nyi Blorong (2002), memproduksi peniaga lalu entrepreneur sukses kehilangan status di tempat masyarakat. Mereka dianggap “hina” akibat memupuk kekayaan dari cara haram yakni bersekutu dengan setan. Padahal ini semua terjadi akibat pembaharuan kebijakan kolonial Belanda yang tersebut memproduksi entrepreneur tertimpa durian runtuh.

Ketidaksukaan para petani terhadap orang yang mana kaya mendadak tidak ada hanya sekali berdampak pada hubungan personal semata, melainkan tambahan dari itu. Akibatnya, terjadi pembaharuan kegiatan barang oleh orang kaya. Orang kaya kemudian cenderung membeli barang yang dimaksud tiada menunjukkan kekayaan mereka sesungguhnya, seperti emas atau barang-barang mewah. Apabila mereka itu membeli tanah atau rumah, maka merek akan dituduh memelihara setan atau tuyul oleh petani.

Tuduhan tak berdasar ini memproduksi popularitas tokoh tuyul sebagai subjek mistis pada hal kekayaan semakin meningkat kemudian terus populer sampai pada waktu ini pada Indonesia. Terlebih, publik Indonesia yang dimaksud selama bertahun-tahun hidup secara agraris, makin melanggengkan imajinasi juga tuduhan menggunakan tuyul.

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *