Fahrenheitbot.my.id –
Jakarta – Babi ngepet jadi alternatif rakyat memperoleh kekayaan. Babi ngepet ini digambarkan sebagai siluman babi yang dimaksud berasal dari gunung dan juga dapat mengambil uang orang dengan hanya sekali menggesek-gesekan tubuhnya pada dinding rumah.
Babi ngepet digambarkan sebagai sosok jelmaan manusia yang berubah wujud pada di malam hari hari lalu menjadi babi untuk mencuri uang. Cara ini terkesan tiada logis, tetapi sejarawan juga peneliti dari Nanyang Technological University Singapore, Christopher Reinhart, memberikan jawaban logis menghadapi asal-usul kemunculannya.
Kepada CNBC Indonesia, pada Februari 2023 lalu, Reinhart mengumumkan bahwa menelusuri akar historis babi ngepet adalah bisnis yang dimaksud menantang. Namun, pada trend studi rakyat kolonial, istilah babi ngepet mulai muncul sejak masa Cultuurstelsel atau tanam paksa pada 1830-1870.
Sebagai catatan, menurut Jan Luiten van Zanden kemudian Daan Marks di Ekonomi Indonesia 1800-2010 (2012), sejak pemberlakuan tanam paksa sejumlah orang-orang kaya baru di tempat kalangan rakyat Jawa. Mereka umumnya para pedagang dari kaum pribumi atau Tionghoa yang digunakan menjadi kaya raya di sekejap.
Kondisi ini memunculkan keheranan di dalam berada dalam warga petani yang hidupnya sederhana. Pada titik inilah, imajinasi rakyat petani bermain.
“Para petani yang dimaksud hidupnya simpel secara tiba-tiba kaget mengamati ada orang yang tersebut mendadak kaya pada sekejap. Alhasil, mereka menuduh orang kaya yang disebutkan mendapatkan harta dari cara yang dimaksud tidak ada benar, yakni babi ngepet,” tutur Reinhart.
Bagi petani pemupukan kekayaan adalah proses yang dimaksud terbuka. Maksudnya, tiap orang harus menyeberangi proses serta usaha jelas yang dapat dilihat oleh mata orang lain. Masalahnya, merekan bukan mengamati kerja keras dari orang kaya baru itu. Alhasil, mereka menuduhnya bekerja sejenis dengan setan.
Namun dalam sisi lain, Reinhart mengumumkan ada sisi kelogisan dari tuduhan imajinasi babi ngepet untuk orang kaya. Tuduhan babi ngepet dipakai para petani untuk memberikan kesan buruk terhadap rekan sesama petani bahwa orang-orang kaya itu adalah para kapitalis jahat. Maksudnya, orang kaya itu harus dijauhi dikarenakan berbahaya bagi keberadaan para petani.
Alasannya sebab sewaktu-waktu orang kaya yang disebutkan mampu membeli sumber daya para petani, seperti sawah atau hasil taninya secara murah, yang dimaksud apabila terjadi petani yang dimaksud akan mengalami kemiskinan dan juga terjerat pada utang.
“Jadi, tuduhan juga imajinasi babi ngepet bisa jadi dikatakan sebagai upaya mitigasi petani. Agar menjauhi orang kaya, agar tidak ada menjadi kaya, serta agar bukan terpengaruh orang kaya supaya tiada terjerumus ke pada kesesatan,” tambahnya.
Karena rakyat Indonesia selama bertahun-tahun bercorak agraris, maka imajinasi kemudian tuduhan babi ngepet terus berakar, tertanam, juga diwariskan dari generasi ke generasi.
Hal inilah, kata Reinhart, masih bertahan hingga sekarang lantaran penduduk kita belum sepenuhnya beralih ke industri. Apalagi masih sejumlah pula yang masih rendah secara sekolah lalu ekonomi.